Saturday, October 6, 2012

Kenangan Capung Jarum

Ada yang pernah melihat capung jarum?
Saya pernah menanyakan hal ini kepada keponakan saya. Mereka mengaku belum pernah melihat capung jarum. Jangankan capung jarum. Capung biasa pun mereka paling hanya pernah melihatnya di Animal Planet. Susah sekali menemukan capung jarum di tengah kota. Sudah lama saya juga tidak pernah melihat capung jarum.
Suatu ketika salah seorang teman saya mengganti foto profile di bbm nya dengan gambar capung jarum. Capung jarum di foto tersebut merupakan hasil jepretan kameranya sendiri.

Melihat foto capung jarum membuat saya teringat kepada Emak. Emak adalah nenek saya dari Mama. Emak sudah lama meninggal karena sakit. Saya tahu tentang capung jarum dari Emak. 

Dua puluh lima tahun yang lalu...
Saya masih TK, umur saya enam tahun. Waktu itu sepulang dari sekolah saya merayakan kebebasan saya seperti biasanya. Kedua orang tua saya tidak di rumah, mereka pergi kerja. Saya hanya ditemani Emak. Ini merupakan kebahagiaan buat saya. Emak merupakan partner saya sewaktu kecil. Emak tidak pernah melarang, saya bisa bermain sesuka hati seharian saat orang tua saya tidak ada. Nah pagi itu setelah disuapin makan oleh Emak, saya memulai 'pesta' saya dengan mengeluarkan semua mainan saya dari kardusnya. Emak membiarkan saya bermain sementara beliau memilih duduk di lantai dekat jendela sambil asik menjahit.



Emak memang senang sekali menjahit. Sering sekali saya pergoki beliau menjahit. Belakangan saya tahu kalau yang dijahit Emak adalah baju-baju kami yang sobek dan berlubang. Emak tampak tenang sekali kalau menjahit. Dia duduk terbungkuk di dekat jendela dengan pandangan menatap lekat ke arah jahitannya. Rambutnya yang putih beruban diikat dengan karet seadanya. Walaupun Emak sudah pakai kacamata saya heran sekali kenapa beliau harus menatap lekat-lekat saat menjahit. Saya menduga kacamata yang dipakai Emak sepertinya tidak pas dengan matanya yang sudah rabun. Emak tidak pernah meminta untuk dibelikan kacamata baru. Lucu sekali kalau mengingat dulu Emak sering kesulitan memasukan benang ke dalam lubang jarum. Lucu karena itu memakan waktu lama sampai beliau terkantuk-kantuk dan benang pun belum berhasil masuk juga. Kalau sudah menyerah barulah Emak kemudian menyuruh saya. "Wah, pinter cucu Emak," begitu katanya sambil tersenyum girang kalau saya sudah membantunya.

Saya sibuk dengan mainan saya tidak terlalu memperhatikan Emak. Sampai kemudian Emak saya lihat tampak sibuk mencari-cari sesuatu. 
"Emak lagi nyariin apa?"
"Nyari jarum. Tadi ditaruh di mana ya kok bisa engga ada."Emak mengibas-ngibaskan dasternya berharap jarumnya terjatuh ke lantai. Tangannya mengusap-ngusap lantai.
Saya meninggalkan mainan saya dan membantu beliau mencari jarum. Sepertinya tidak sulit bagi saya menemukan jarum. Baru sebentar mau mencari, saya sudah bersorak, "Itu dia jarumnya!" Sambil menunjuk jarum yang ternyata tertancap di gorden dekat jendela bekas Emak duduk sebelumnya. Emak menghampiri mau mengambil kembali jarumnya, namun beliau berhenti sejenak sambil mengamati jarum. 
"Ini bukan jarum, ini capung jarum," Emak bergumam pelan.
"Hah? Capung?" Saya ikut menghampiri benda di gorden itu. 
"Nih lihat, ini capung," Emak perlahan menyentuh benda itu.
Benar. Benda itu capung jarum. Capung kecil itu terbang sebentar kemudian hinggap kembali di gorden. Warnanya hitam kebiruan. Kurus kecil persis seperti jarum.
"Ayo kita tangkep capungnya, Mak," saya bersemangat sekali.
"Jangan ditangkep. Kasian, dia juga pingin bebas," kata Emak melemahkan semangat saya untuk menangkapnya.

Akhirnya capung jarum itu kita biarkan terbang bebas keluar rumah. Saya kecewa tidak menangkapnya tapi saya senang sekali karena menemukan sesuatu yang baru dan belum pernah saya lihat sebelumnya. Hari-hari berikutnya saya jadi sering melihat capung jarum. Capung jarum sering ada di kebun yang banyak semak-semak, halaman sekolah, dan di rumah tetangga saya yang halaman rumahnya luas. Capung jarum warnanya juga lebih bervariasi dibandingkan dengan capung biasa yang hanya berwarna hijau.

Kini sudah lama saya tidak pernah melihat capung jarum lagi. Mungkin karena sudah terlalu banyak rumah-rumah di perkotaan sehingga tidak ada tempat tinggal bagi capung jarum. 

Setiap melihat capung jarum saya jadi teringat Emak. Saya mengenal capung jarum dari Emak, dari sebuah potongan kenangan sederhana yang sampai sekarang saya masih bisa mengingatnya. Saya mengenal capung jarum bukan dari Animal Planet atau National Geographic seperti anak-anak jaman sekarang. 

Saya kangen capung jarum. Saya kangen Emak. Kangen diasuh oleh beliau. Kangen disuapin Emak. Kangen mendengar cerita-cerita beliau yang selalu diulang-ulang walaupun beliau sudah pernah menceritakannya. Kangen melihat beliau duduk menjahit dan membiarkan saya sibuk bermain dengan bebas. Kangen mendengar pujian beliau "Duh pinter cucu Emak..."
 
Emak, cucumu kangen.


 



2 comments:

  1. Tiba2 keinget juga kalau saya sudah lama sekali tidak melihat capung bertebaran di sekitar rumah. Ur story made me flash back to my childhood memories as well... :)

    ReplyDelete
  2. untunglah aku masih bisa menemukan capung jarum di daerah asalku..kota kecilku di daerah pegunungan yang dingin. Banyak sawah terhampar dengan burung burung kecil beterbangan menyambut mentari pagi. Gemericik air mengalir melalui jalur jalur antara petak padi..tampak banyak beterbangan capung kecil ini diantara hembusan angin.... alamku, mari kita jaga bersama keindahannya....Y

    ReplyDelete