Monday, January 26, 2015

Hidup yang Tergesa-gesa

Suatu kali saya berpikir terkadang semua hal begitu cepat berlalu. Belum lama melihat dekorasi Natal di pertokoan kini dekorasi sudah berganti menjadi lampion-lanpion merah yang semarak. Semua toko tampak sudah bersiap menyambut imlek. Masih teringat meriahnya dentuman kembang api tahun baru yang ramai. Tanpa terasa sudah 26 hari pesta tahun baru berlalu, tertinggal seperti sepeda tua yang lamban.
Terkadang saat saya bangun pagi sebelum matahari terbit, saya melamun sebentar, sambil memeriksa hp dan membalas chat yang tadi malam, kemudian tanpa sadar sinar matahari sudah muncul. Saya pun merasa kesiangan. Segera mandi, bersiap dan pergi ke kantor.
Pulang dari kantor ke rumah, matahari sudah tidak ada. Perjalanan pulang ke rumah yang macet menyita waktu. Sampai di rumah tubuh saya sudah enggan diajak berinteraksi. Kelelahan. Lalu tidur. Besok pagi terbangun. Kejadian pun berulang.
Waktu seolah semakin cepat. Kita semua dibuat tergesa-gesa. Tapi secepat apapun yang kita lakukan, selalu ada hal yang terlewat kita lakukan. Selalu ada yang lupa. Selalu ada quality time yang sulit diwujudkan. Saya seperti tak berdaya.
Lelah dan haus. Itu yang saya rasakan. Ada banyak rencana, namun seolah terlalu sedikit waktu. Ingin sekali menemukan tombol slow motion dalam hidup ini. Ketergesa-gesaan membuat saya kehilangan arti hidup. Saya berharap bisa menyerap dan menikmati apa yang saya jalani. Menikmati makanan yang saya makan, menikmati bercerita dengan orang dekat, menikmati sentuhan, mengamati apa yang terlihat. Membuat semua yang dilakukan hidup ini terasa nikmat.
Masih bisakah semuanya kembali terasa nikmat?

Tuesday, October 14, 2014

Enggan Pulang

Malam ini kawasan Braga ramai seperti biasanya. Beberapa kelompok orang berjalan sambil bercerita dengan antusias. Tidak sedikit turis asing yang lalu lalang di sekitar Braga Citywalk. Jalan raya masih mengkilat karena basah habis diguyur hujan deras. Udara dingin malam ini melengkapi nikmatnya Kota Bandung.
Saya baru saja melangkahkan kaki keluar dari Gold's Gym Braga. Keringat masih menitik di dahi saya meski saya sudah membasuh tubuh di ruang ganti. Gymnasium juga dipenuhi orang-orang yang bermimpi memiliki tubuh bak model. Sebagian dari mereka berhasil, sementara sebagian lainnya hanya menjadi member demi memenuhi syarat hidup sehat modern masa kini, memiliki kartu member gym.
Udara yang dingin malam itu membuat beberapa orang terlihat mengenakan jaket tebal. Langit tidak menampakkan bintang. Jalan raya masih dipenuhi kendaraan orang-orang yang berlomba menuju pulang. Jam tangan saya memperlihatkan masih pukul 19.00. Enggan rasanya pulang. Enggan berdiam di rumah. Jika malam ini pulang ke rumah lebih awal, saya berarti memberikan kesempatan pikiran saya dipenuhi macam-macam prasangka dan itu akan membuat saya sesak nafas.
Akhirnya saya memutuskan untuk mampir ke Starbucks Braga. Kebetulan saya ingat punya voucher mendapat minuman gratis ukuran tall. Saya pun memesan Dark Mocha dan satu slice New York Cheesecake kemudian duduk di salah satu kursi di pojok. Saya mengambil koran Kompas di dekat meja kasir, menyeruput kafein dingin dan mulai membacanya.
Malam ini saya menikmati kesendirian di Starbucks Braga. Membaca koran, dan memperhatikan orang yang lalu lalang membeli kopi. Kemacetan di luar masih berlangsung. Setidaknya malam ini saya bisa mengalihkan pikiran yang kacau ini.

Sunday, October 12, 2014

Sakit dan Pahit

Sekali lagi hidup ini menampar saya dengan keras. Membangunkan saya dari mimpi. Meremukan khayalan. Memupuskan cita dan keinginan.

Semula semua tampak akan kembali berjalan baik. Saya kira semua bisa bisa dimulai kembali dari awal. Saya pun sudah siap menerima kebahagiaan-kebahagiaan baru.

Namun apa yang saya harapkan tidak demikian. Kenyataan tidak berpihak kepada saya. Dalam kurang dari 30 hari, hidup ini terasa seperti menghantam saya bertubi-tubi. Harapan yang sudah saya idamkan bisa tumbuh besar dan rindang, kini tinggal seperti pohon yang rantingnya kering menunggu daun terakhirnya jatuh ke tanah dan mati.

Saya kembali diingatkan, kembali menerima dejavu-dejavu yang berusaha menyampaikan pesan bahwa apa yang saya inginkan dan rencanakan semua bisa lenyap begitu saja. Keinginan saya seolah terlalu rapuh dan mudah diterbangkan angin. Meninggalkan saya dalam ketidakberdayaan.

Pagi ini matahari sebenarnya bersinar hangat. Namun yang saya rasakan hanya dingin yang kering dan terasa sesak seperti memeluk kehampaan. Saya tidak bisa berpikir jernih. Keruh. Tubuh ini seperti zombie yang sedang dipermainkan situasi.

Saya merasa seperti dicekik dan dibuat sulit bernafas. Saya berusaha berteriak kenapa ini bisa menimpa kepada kami? Kenapa Tuhan tega? Kenapa Tuhan membiarkan?

Saya tahu bahwa saya tidak akan mendapat jawaban secara langsung. Saya hanya memaksakan diri untuk menarik nafas dalam-dalam. Berharap saya bisa baik-baik saja. Berharap dia pun akan baik-baik saja. Berharap kami masih bisa bertemu lagi.

Jadi ini rasanya ditinggalkan. Sakit dan pahit sekali rasanya.

Saturday, July 26, 2014

Misi Liburan: Mencoba Resep Masakan


Sop Ikan Tenggiri buatan sendiri. Rasanya ya lumayan, sedikit kurang pedas sih :)

Hai again
Pada suatu hari di Hari Sabtu pagi di akhir bulan Juli 2014. Bulan ini masih bulan puasa dan dua hari ke depan adalah idul Fitri. Hari ini adalah awal dari long weekend saya. Karena selama seminggu ke depan kantor saya libur so this week is gonna (should) be special for me, coz I can do many things which I can't do it before. 
Sejak pagi saya disambut dengan udara Cihanjuang yang dingin. Sinar matahari hingga jam 11 siang ini masih tidak tampak. Langit tidak berwarna biru seperti kemarin. Ah meski mendung tapi weekend saya tetap harus berjalan. Weekend must go on! Sehabis menyeruput Good Day Mochacino favorit saya, pagi tadi saya luangkan waktu bermain dengan Marco dan Mimot. Kedua kucing persia peliharaan yang resmi sudah jadi family member. Setelah puas main sebentar, Mama langsung menagih janji ke saya untuk membantu menggeser barang dan menata ulang dapur. Yeah... makasi lho Mam pagi-pagi sudah mengganggu -,-

Saturday, March 8, 2014

Terjatuh Dan Bangun Lagi...

Terjatuh dan bangun kagi...
Sepintas memang seperti salah satu lirik lagu dangdut. Namun itu yang terjadi pada Hari Senin pagi di awal Bulan Maret. Senin pagi itu saya pergi ke kantor jam 6 pagi. Saya memang suka pergi lebih pagi, selain alasan menghindari macet saya juga menikmati perjalanan santai 30km/jam sambil menghirup udara pagi-pagi bebas asap knalpot. Berharap oksigen murni memenuhi paru-paru, berharap cara itu juga akan menambah awet muda. Hmm... saya becanda untuk soal awet muda itu.

Pagi itu jalanan tidak begitu ramai. Saya menikmati kabut-kabut tipis di area Cihanjuang yang terusir sinar matahari dari balik perbukitan. Udara dingin menyengat jari-jari tangan saya di kemudi motor. Jaket tebal saya seolah berubah jadi kaos tipis. Jam segitu udara masih sangat segar. Saya menikmati perjalanan saya ke kantor tanpa tergesa-gesa. Tanpa ngebut. Sangat santai.
Kemudian..
Gubrak... motor yang ada di depan saya jatuh. 
"Wah kasihan sekali..", begitu pikir saya sambil otomatis mengerem motor saya juga.
Tapi...

GUBRAK!!! 
Motor saya tiba-tiba melintir ke kanan. Motor yang saya kendarai ikut jatuh.
Astaga kenapa saya bisa jatuh tiba-tiba. Saya meringis. Sambil langsung berusaha berdiri. Beberapa motor lainnya di belakang saya berhenti ada juga yang tetap meneruskan perjalanan sambil pelan-pelan mendahului dari sisi kanan.
Saya berusaha berdiri namun lutut kanan saya benar-benar nyeri dan tidak bisa diluruskan. Lutus saya pasti tadi terbentur keras ke aspal. Sandal kaki kanan saya terlepas berada di belakang motor yang masih tergeletak di aspal. Saya mencoba menarik bangun motor saya yang jatuh. Lutut saya tidak kuat. Seorang bapak bermotor di belakang saya akhirnya turun dari motornya.