Terjatuh dan bangun kagi...
Sepintas memang seperti salah satu lirik lagu dangdut. Namun itu yang terjadi pada Hari Senin pagi di awal Bulan Maret. Senin pagi itu saya pergi ke kantor jam 6 pagi. Saya memang suka pergi lebih pagi, selain alasan menghindari macet saya juga menikmati perjalanan santai 30km/jam sambil menghirup udara pagi-pagi bebas asap knalpot. Berharap oksigen murni memenuhi paru-paru, berharap cara itu juga akan menambah awet muda. Hmm... saya becanda untuk soal awet muda itu.
Pagi itu jalanan tidak begitu ramai. Saya menikmati kabut-kabut tipis di area Cihanjuang yang terusir sinar matahari dari balik perbukitan. Udara dingin menyengat jari-jari tangan saya di kemudi motor. Jaket tebal saya seolah berubah jadi kaos tipis. Jam segitu udara masih sangat segar. Saya menikmati perjalanan saya ke kantor tanpa tergesa-gesa. Tanpa ngebut. Sangat santai.
Kemudian..
Gubrak... motor yang ada di depan saya jatuh.
"Wah kasihan sekali..", begitu pikir saya sambil otomatis mengerem motor saya juga.
Tapi...
GUBRAK!!!
Motor saya tiba-tiba melintir ke kanan. Motor yang saya kendarai ikut jatuh.
Astaga kenapa saya bisa jatuh tiba-tiba. Saya meringis. Sambil langsung berusaha berdiri. Beberapa motor lainnya di belakang saya berhenti ada juga yang tetap meneruskan perjalanan sambil pelan-pelan mendahului dari sisi kanan.
Saya berusaha berdiri namun lutut kanan saya benar-benar nyeri dan tidak bisa diluruskan. Lutus saya pasti tadi terbentur keras ke aspal. Sandal kaki kanan saya terlepas berada di belakang motor yang masih tergeletak di aspal. Saya mencoba menarik bangun motor saya yang jatuh. Lutut saya tidak kuat. Seorang bapak bermotor di belakang saya akhirnya turun dari motornya.
"Sudah ga pa-pa, kepinggir dulu aja Aa-nya," begitu kata si Bapak.Dia menghampiri motor saya. Menariknya hingga berdiri dan meminggirkan motor saya.
"Terima kasih pa...," Saya antara sadar atau tidak sadar sudah berterima kasih atau belum ke si Bapak baik hati tadi.
Saya masih berkonsentrasi pada si lutut kanan. Saya gerakan lutut saya. Saya tekuk dan luruskan kembali berulang-ulang. Bisa sih. Tapi nyeri sekali.
Saya melihat pengendara motor yang jatuh pertama di depan saya. Ternyata dia seorang ibu-ibu. Ibu itu dibantu pengendara motor lainnya juga untuk duduk di pinggir jalan. Motor ibu itu dibantu juga dipinggirkan.
Ah baik sekali para pengendara motor yang berangkat seperjalanan bersama kami pagi itu. Seorang pengendara motor ada yang bertanya kenapa saya tiba-tiba jatuh. Saya bingung menjawab apa. Akhirnya saya jawab itu terjadi tiba-tiba, dugaan saya jalanan berpasir sehingga saat direm mendadak ban motor malah tergelincir.
Niat saya untuk memeriksa kondiri jalan apakah berpasir atau tidak pun akhirnya lupa dilakukan. Saya melihat kaki saya berdarah. Jari kaki saya luka. Punggung kaki kanan juga luka. Ternyata jari tangan dan telapak kanan saya juga luka berdarah. Perih sekali. Terutama telapak tangan kanan saya luka sobek.
Saya berpikir untuk pulang ke rumah dan batal ke kantor. Tapi keadaan malah makin runyam kalau Mama saya tahu saya habis jatuh dari motor. Saya tidak mau membuat Mama jadi cemas. Saya putuskan untuk melanjutkan ke kantor.
Saya gerakan tangan dan jari-jari saya. Masih bisa digerakan. Perih sih. Lutut saya bisa bergerak. Saya berharap tempurungnya tidak retak atau bermasalah. Saya harus melanjutkan perjalanan. Tidak mungkin saya minta bantuan hanya karena luka-luka kecil begini. Saya harus kuat. Begitu pikir saya.
Saya menghidupkan kembali motor saya. Saya periksa apakah stirnya bengkok atau tidak. Kaca spion saya keduanya langsung kendor. Saya kencangkan kembali spionnya. Sambil menahan rasa sakit karena tangan kanan saya tidak maksimal mengeluarkan tenaga. Spion kanan berhasil terpasang kembali. Spion kiri sepertinya tidak bisa diperbaiki tanpa alat.
Sudah lah saya pasrah. Saya hidupkan mesin. Tangan kanan saya perih luar biasa memegang stir motor. Pasti karena telapaknya sobek dan berdarah. Saya harus hati-hati. Karena kondisi sekarang saya tidak bisa mengerem mendadak lagi. Tangan kanan tidak maksimal memegang kemudi.
"Tenang...tenang...pasti baik-baik saja," saya bergumam di dalam hati.
"Ini musibah, jangan panik dulu, tenang... baik-baik aja kok," terus-terusan saya meyakinkan diri saya sendiri.
Setelah pamit kepada orang-orang yang telah membantu saya. Saya meneruskan perjalanan. Kali ini dengan sangat pelan dan tetap di sisi kiri. Saya sesekali melihat kaki saya yang terluka dan masih berdarah.
"Jangan manja, ini musibah kecil. Ini bisa terjadi pada siapa aja."
"Tenang. Namanya juga musibah. Jangan cengeng."
"Life goes on. Be strong..."
Sepanjang perjalanan saya berusaha meyakinkan diri saya.
Bukan kali ini saja saya jatuh dari motor. Saya menilai diri saya sangat berhati-hati selalu saat mengendarai motor. Saya tidak mahir dan ahli seperti pembalap. Karena itu saya selalu hati-hati. Memberikan tanda belok kiri dan kanan melalui lampu kedip selalu saya lakukan. Melihat kendaraan di belakang saya melalui spion selalu saya lakukan juga supaya kendaraan saya tidak kaget saat saya ke kiri atau ke kanan. Berhenti di belakang garis henti di perempatan lampu merah selalu saya terapkan. Menerobos lampu merah adalah haram buat saya.
Namun kenyataan berkata lain. Saya jatuh dari motor. Kecelakaan kecil ternyata bisa saja terjadi pada saya. Seberapa besar kehati-hatian kita dalam berkendara bisa saja sewaktu-waktu kecelakaan terjadi.
Ahh... apes. Begitu saya menyikapi hal tersebut. Saya tidak mau banyak memikirkannya. Saya fokus menyembuhkan luka-luka di tangan dan kaki saya.
Kalau jatuh ya bangun lagi. Itu sudah naluri.
Jadi kalau sewaktu-waktu ada dari kita yang jatuh (dan yakinkan diri sendiri bahwa jatuh adalah hal yang wajar) segeralah untuk bangun lagi. Mungkin akan ada luka. Mungkin awalnya akan sakit. Mungkin muncul rasa malu. Mungkin awalnya sulit. It's okay. It's normal thing. Tetaplah berusaha. Lanjutkan perjalanan. Lanjutkan hidup.
Selamat meneruskan perjalanan.
Selalu hati-hati dalam berkendara ya.
No comments:
Post a Comment