Sisa-sisa bendera-bendera merah putih yang terbuat dari plastik masih banyak bergelantungan di sekeliling kita. Beberapa rumah masih menancapkan tiang bendera yang terbuat dari batang bambu dan gapura-gapura masih menyuarakan Dirgahayu Indonesia ke-65.
Bulan Agustus 2010 ini Indonesia merayakan kemerdekaannya yang ke-65. Enam puluh lima tahun yang lalu Indonesia mengumumkan kepada dunia bahwa Indonesia adalah sebuah negara yang merdeka dari segala bentuk penjajahan bangsa lain. Rakyat menyambut gembira, bersorak dengan tangan terkepal, semua lapisan masyarakat dan kelompok masyarakat merasakan semangat persatuan bangsa yang begitu membara. Dengan rasa optimis mereka bahu-membahu bersiap membangun Indonesia yang selama ini telah didiami penjajah. Itu semua 65 tahun yang lalu, itu semua seolah nostalgia, itu semua lagu lama.
Sudah 65 tahun yang lalu Indonesia merdeka. Kini semangat persatuan bangsa seolah luntur dengan perbuatan-perbuatan kotor anak bangsa sendiri. Persatuan dan kesatuan Indonesia telah diragukan. Semua tercermin dari sikap diskriminasi yang kini dilakukan secara terang-terangan.
Salah satunya adalah yang saya alami baru-baru ini di Kota Sukabumi. Beberapa hari yang lalu sekelompok orang datang ke sebuah restoran Chinese Food terkemuka di Sukabumi pada saat sekitar tengah hari. Saat itu beberapa orang ada sedang bersantap siang di restoran yang sebenarnya telah diselubungi tirai sehingga tidak terlihat dari luar karena saat ini adalah bulan puasa. Namun orang-orang yang entah mengatasnamakan kelompok mana tersebut memaksa restoran untuk mengusir orang yang makan di sana. Mereka meminta pengunjung restoran dilarang makan di area restoran selama bulan puasa karena hal itu akan menandakan tidak menghormati orang yang menjalankan ibadah puasa. Mereka juga mengancam akan mencabut ijin restoran untuk berusaha jika tetap membandel. Restoran boleh buka namun hanya untuk pembeli yang pesan untuk dibawa pulang, dan bukan untuk makan di tempat.
Terkejut saya mendengar informasi tersebut terjadi di Kota Sukabumi di mana saya tinggal. Tahun lalu saya masih bisa menikmati makan di restoran tersebut saat bulan puasa. Restoran juga menurut saya telah dengan niat baik menggunakan penutup tirai untuk menghormati orang yang berpuasa. Tapi kini sepertinya muncul aturan baru.
Kesal bercampur sedih sepertinya menyelimuti batin saya. Entah ormas mana yang memaksakan peraturan seperti ini yang jelas pemerintah sekali lagi menjalankan 'pembiaran' tanpa berani menegakkan kebenaran. Lalu bagaimana dengan nasib orang-orang yang tidak berpuasa? Apa bedanya melarang untuk makan di tempat dengan makan untuk dibawa pulang? Aturan mana yang bisa menjelaskan semua ini agar bisa masuk akal? Kenapa bisa ada ormas yang buat peraturan sendiri sementara pemerintah daerah dan aparat penegak hukum tidak bereaksi?
Sekali lagi sebuah bukti nyata bahwa kebebasan telah dirampas di negeri ini. Indonesia telah retak oleh hasil perbuatan anak bangsanya sendiri. Kita merayakan kemerdekaan dari penjajah sementara kita sendiri bersikap seperti penjajah. Kita telah merdeka namun kebebasan hanya fiksi dan untaian kata-kata manis dalam teori.
Kemerdekaan tanpa kebebasan. Sama seperti burung garuda tanpa sayap, burung menjadi tidak bisa pergi lepas dan hanya berjalan di tempat.
note: ditulis tanpa ada maksud unsur menyinggung SARA. trims.
iyah yah kenapa sih ada ormas yang lebay banget gitu, secara taun ini juga aku lagi ga puasa gara2 lagi tekdung jadi bergantung banget sama warung makan yg buka siang2
ReplyDeletelagian kan gak makan didepannya kecuali warung makan itu jual miras n temen2nya
yah semoga ga ada yang merasa tersinggung ya dioz ^^
iya Tya, mudah2an bisa segera ditindak ya sama aparat penegak hukum. trims komen nya :)
ReplyDelete